BAB VIII BETAPA
BERMACAM-MACAMNYA
SUNNAH
NABI-KU
A.
Kompetensi Inti (KI)
KI-1 Menghayati
dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
KI-2 Menghayati dan mengamalkan perilaku
jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong
royong, kerjasama, toleran, damai)
santun, rensponsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari
solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa
dalam pergaulan dunia.
KI-3 Memahami,
menerapkan , dan menganalisis pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
KI-4 Mengolah, menalar, dan
menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari
yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan
kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan
B.
Kompetensi
Dasar
3.3. Mengidentifikasikan macam-macam sunnah (qauliyah, fi’liyah, taqrrriyah, dan
hammiyah) dan fungsinya terhadap Al-Qur’an.
4.3. Mempresentasikankan contoh macam-macam sunnah (qauliyah, fi’liyah, taqrrriyah, dan hammiyah)
C. Indikator Pembelajaran
|
D.Tujuan Pembelajaran
|
1.
menjelaskan macam-macam sunnah dan fungisnya terhadap Al-Qur’.
2.
mengidentifikasi macam-macam sunnah.
3.
menunjukkan contoh macam-macam sunah.
|
Setelah
melakukan pengamatan, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi dan
mengkomunikasi diharapkan:
1.
Peserta didik dapat menjelaskan macam-macam sunnah dan fungisnya
terhadap Al-Qur’an.
2.
Peserta didik dapat mengidentifikasi macam-macam sunnah.
3.
Peserta didik dapat menunjukkan contoh macam-macam sunah.
|
Bab VIII Macam-macam sunnah Nabi-Ku
1.
Sunnah Qauliyah
Sunnah
Qauliyah adalah bentuk perkataan atau ucapan yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad saw., yang berisi berbagai tuntunan dan petunjuk syarak,
peristiwa-peristiwa atau kisah-kisah, baik yang berkenaan dengan aspek akidah,
syariah maupun akhlak.
Dengan
kata lain Sunnah Qauliyah yaitu sunnah Nabi yang hanya
berupa ucapannya saja baik dalam bentuk pernyataan, anjuran, perintah cegahan
maupun larangan. Yang dimaksud dengan pernyatan Nabi di sini adalah sabda Nabi
dalam merespon keadaan yang berlaku pada masa lalu, masa kininya dan masa
depannya, kadang-kadang dalam bentuk dialog dengan para sahabat atau jawaban
yang diajukan oleh sahabat atau bentuk-bentuk ain seperti Khutbah.
Dilihat dari tingkatannya sunnah qauliyah menempati urutan
pertama yang berarti kualitasnya lebih tinggi dari kualitas sunnah fi’liyah
maupun taqririyah. Contoh sunnah qauliyah:
a.
Hadis tentang do’a Nabi Muhammad saw. kepada orang yang mendengar,
menghafal dan menyampaikan ilmu.
عَنْ زَيْدِ
بْنِ ثَابِتٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا
حَدِيثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ
أَفْقَهُ مِنْهُ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ. رواه ابوداود
“Dari Zaid bin dabit ia
berkata, "Saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda: "Semoga Allah
memperindah orang yang mendengar hadis dariku lalu menghafal dan
menyampaikannya kepada orang lain, berapa banyak orang menyampaikan ilmu kepada
orang yang lebih berilmu, dan berapa banyak pembawa ilmu yang tidak berilmu.” (HR. Abu Dwwud)
b.
Hadis tentang belajar dan mengajarkan Al-Qur’an
عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ. رواه البخارى
“Dari Ufman ra, dari
Nabi Saw., beliau bersabda: "Orang yang paling baik di antara kalian
adalah seorang yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.". (HR.
al-Bukhari)
c.
Hadis tentang persatuan orang-orang beriman
عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا. رواه البخارى
و مسلم
“Dari Abu Musa dia berkata; Rasulullah Saw. bersabda: "Orang
mukmin yang satu dengan mukmin yang lain bagaikan satu bangunan, satu dengan
yang lainnya saling mengokohkan. (HR.
al-Bukhari dan Muslim)
2.
Sunnah Fi’liyah
Sunnah fi’liyah
adalah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw.
Kualitas sunnah fi’liyah menduduki tingkat kedua setelah sunnah qauliyah. Sunnah fi’liyah juga dapat maknakan sunnah Nabi yang
berupa perbuatan Nabi yang diberitakan oleh para sahabat mengenai soal-soal
ibadah dan lain-lain seperti melaksanakan shalat manasik hajji dan lain-lain.
Untuk mengetahui hadis yang termasuk kategori ini, diantaranya
terdapat kata-kata kwna/yakynu ( كان/ يكون ) atau ra’aitu/ra’ainw ( رأيت/
راينا ). Contohnya:
a.
Hadis tentang tata cara shalat di atas kendaraan
عَنْ جَابِرِ بْنِ
عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ فَإِذَا أَرَادَ
الْفَرِيضَةَ نَزَلَ فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ. متفق عليه
“Dari Jabir bin 'Abdullah berkata, "Rasulullah Saw. shalat di atas
tunggangannya menghadap ke mana arah tunggangannya menghadap. Jika Beliau
hendak melaksanakan shalat yang fariu, maka beliau
turun lalu shalat menghadap kiblat. (HR. al-Bukhari
dan Muslim).
b.
Hadis tentang tata cara shalat
وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي.
رواه البخارى
“Shalatlah kalian seperti kalian melihat aku shalat.”
(HR. al-Bukhari)
c.
Hadis tentang tata cara manasik haji
خُذُوْا
عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ. رواه مسلم عن جابر
“Ambillah manasik (tata cara melaksanakan haji) kamu dariku.”
(HR. Muslim)
3.
Sunnah Taqririyah
Sunnah Taqririyah adalah sunnah yang berupa ketetapan Nabi
Muhammad saw. terhadap apa yang datang atau dilakukan para sahabatnya. Dengan
kata lain sunnah taqririyah, yaitu sunnah Nabi
yang berupa penetapan Nabi terhadap perbuatan para sahabat yang diketahui Nabi
tidak menegornya atau melarangnya bahkan Nabi cenderung mendiamkannya. Beliau membiarkan atau mendiamkan suatu
perbuatan yang dilakukan para sahabatnya tanpa memberikan penegasan apakah
beliau membenarkan atau menyalahkannya. Contohnya:
a.
Hadis tentang daging iab (sejenis
biawak)
Pada suatu hari Nabi Muhammad saw. disuguhi makanan, di antaranya
daging iab.
Beliau tidak memakannya, sehingga Khalid ibn Walid bertanya, “Apakah daging
itu haram ya Rasulullah?”. Beliau menjawab:
لَا وَلَكِنْ لَمْ
يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي فَأَجِدُنِي أَعَافُهُ قَالَ خَالِدٌ فَاجْتَرَرْتُهُ فَأَكَلْتُهُ
وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ إِلَيَّ .(متفق عليه)
"Tidak, akan tetapi daging itu tidak terdapat di negeri
kaumku, karena itu aku tidak memakannya." Khalid berkata, "Lalu aku
pun menarik dan memakannya. Sementara Rasulullah Saw. melihat ke arahku.". (Muttafaqun
‘alaih)
b.
Hadis tentang Tayamum
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ
خَرَجَ رَجُلَانِ فِي سَفَرٍ فَحَضَرَتْهُمَا الصَّلَاةُ وَلَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ
فَتَيَمَّمَا صَعِيدًا طَيِّبًا فَصَلَّيَا ثُمَّ وَجَدَا الْمَاءَ بَعْدُ فِي الْوَقْتِ
فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا الصَّلَاةَ بِوُضُوءٍ وَلَمْ يُعِدْ الْآخَرُ ثُمَّ أَتَيَا
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَا ذَلِكَ فَقَالَ لِلَّذِي
لَمْ يُعِدْ أَصَبْتَ السُّنَّةَ وَأَجْزَتْكَ صَلَاتُكَ وَقَالَ لِلَّذِي تَوَضَّأَ
وَأَعَادَ لَكَ الْأَجْرُ مَرَّتَيْنِ. (رواه الدارمي)
“Dari Abu Sa'id Al Khudri ra. ia berkata: "Pernah ada dua
orang bepergian dalam sebuah perjalanan jauh dan waktu shalat telah tiba,
sedang mereka tidak membawa air, lalu mereka berdua bertayamum dengan debu yang
bersih dan melakukan shalat, kemudian keduanya mendapati air (dan waktu shalat
masih ada), lalu salah seorang dari keduanya mengulangi shalatnya dengan air
wudhu dan yang satunya tidak mengulangi. Mereka menemui Rasulullah Saw. dan
menceritakan hal itu. Maka beliau berkata kepada orang yang tidak mengulangi
shalatnya: 'Kamu sesuai dengan sunnah dan shalatmu sudah cukup'. Dan beliau
juga berkata kepada yang berwudhu dan mengulangi shalatnya: 'Bagimu pahala dua
kali'” (HR. ad-Darimi).
4.
Sunnah Hammiyah
Sunnah Hammiyah ialah: suatu yang dikehendaki Nabi saw tetapi
belum dikerjakan. Sebagian ulama hadis ada yang menambahkan perincian sunnah
tersebut dengan sunnah hammiyah. Karena dalam diri Nabi saw terdapat sifat-sifat, keadaan-keadaan (ahwal)
serta himmah (hasrat untuk melakukan sesuatu). Dalam riwayat disebutkan
beberapa sifat yang dimiliki beliau seperti, “bahwa Nabi saw. selalu bermuka
cerah, berperangai halus dan lembut, tidak keras dan tidak pula kasar, tidak
suka berteriak, tidak suka berbicara kotor, tidak suka mencela,..” Juga
mengenai sifat jasmaniah beliau yang dilukiskan oleh sahabat Anas ra. sebagai
berikut:
عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ أَبِي عَبْدِ
الرَّحْمَنِ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَصِفُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَ رَبْعَةً مِنْ
الْقَوْمِ لَيْسَ بِالطَّوِيلِ وَلَا بِالْقَصِيرِ أَزْهَرَ اللَّوْنِ لَيْسَ
بِأَبْيَضَ أَمْهَقَ وَلَا آدَمَ لَيْسَ بِجَعْدٍ قَطَطٍ وَلَا سَبْطٍ رَجِلٍ.
رواه البخاري
Dari
Rabi'ah bin Abu 'Abdur Rahman berkata, aku mendengar Anas bin Malik ra. sedang
menceritakan sifat-sifat Nabi saw., katanya; "Beliau adalah seorang
laki-laki dari suatu kaum yang tidak tinggi dan juga tidak pendek. Kulitnya
terang tidak terlalu putih dan tidak pula terlalu kecoklatan. Rambut beliau
tidak terlalu keriting dan tidak lurus.” (HR. Bukhari).
Termasuk juga dalam hal ini adalah silsilah dan nama-nama serta
tahun kelahiran beliau. Adapun himmah (hasrat) beliau misalnya ketika beliau
hendak menjalankan puasa pada tanggal 9 ‘Asyura, sebagaimana diriwayatkan oleh
Ibnu Abbas ra:
سَمِعْتُ عَبْدَ
اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُاحِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ
إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ
حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. (رواه مسلم)
“Saya
mendengar Abdullah bin Abbas ra. berkata saat Rasulullah Saw. berpuasa pada
hari 'Asyura`dan juga memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa; Para
sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, itu adalah hari yang sangat diagungkan
oleh kaum Yahudi dan Nashrani." Maka Rasulullah Saw. bersabda: "Pada
tahun depan insya Allah, kita akan berpuasa pada hari ke sembilan
(Muharram)." Tahun depan itu pun tak kunjung tiba, hingga Rasulullah Saw.
wafat..” (HR Muslim)
Menurut Imam Syafi’i dan rekan-rekannya hal ini termasuk sunnah hammiyah. Sementara
menurut Asy Syaukani tidak demikian, karena hamm ini hanya kehendak hati yang tidak
termasuk perintah syari’at untuk dilaksanakan atau ditinggalkan.
Dari sifat-sifat,
keadaan-keadaan serta himmah tersebut yang paling bisa dijadikan
sandaran hukum sebagai sunnah adalah hamm.
Sehingga kemudian sebagian ulama fiqh mengambilnya menjadi sunnah hammiyah.https://www.youtube.com/watch?v=bc2x0l9D2KI

Tidak ada komentar:
Posting Komentar